01 April 2017 tiba saatnya kami pulang kembali ke Indonesia. Rasa lelah seminggu penuh mengikuti kegiatan yang cukup padat membuat saya tidak sedih-sedih amat pulang ke Indonesia. Walaupun tidak dipungkiri, pengalaman di Jepang selama 7 hari masih belum cukup untuk mengeksplore kearifan dan nilai-nilai yang ada di Jepang.
Morning call pagi ini adalah pukul 06.30 JST , morning call dilakukan oleh suara mesin. Kami sarapan mulai pukul 07.30 JST. Berbeda dari menu sarapan prasmanan dengan hotel-hotel sebelumnya, menu sarapan di hotel Kansai Bellevue Garden tidak begitu variatif, dan relatif banyak makanan yang mengandung pork. Sehingga dengan opsi menu yang tidak begitu banyak, saya mengambil sepotong roti tawar, 1 pcs roti (entah apa namanya), scrambled egg, 2 pcs tofu kotak, dan jus apel. Yang penting ada karbohidrat dan protein. hehe. Biasanya di hotel-hotel sebelumnya saya prefer sarapan buah, minumnya teh hijau (ocha). Namun karena menu sarapan saya pagi itu cukup hambar, masa' minumnya hambar juga, jadilah jus apel yang saya pilih untuk rasa kesegaran di pagi hari.
Jam 08.15 JST kami semua check-out dari hotel, minibus (mobil travel) sudah menunggu di depan hotel. Kami mengangkut koper-koper kami ke dalam mobil. Sekitar pukul 08.30 JST kami berangkat menuju bandar udara internasional Kansai. Kami tiba di bandara sekitar pukul 9 pagi JST. Setibanya di bandara kami menunggu waktu check-in yang dibuka pada pukul 09.30 JST untuk maskapai Garuda Indonesia. Kami sudah mengantri/mengular menunggu waktu check-in dan seiring kami menunggu, rombongan tour Indonesia dari jasa travel/tour lain pun mulai berdatangan pula. Untunglah kami sudah mengantri duluan sehingga rombongan kami yang pertama check-in.
Saat check-in tidak ada sesuatu, biasa saja. Saya menyerahkan passport, menaruh bagasi yang berjumlah 1 koper, oleh-oleh saya yang di kardus kecil sempat ingin dimasukkan ke bagasi, namun saya bertanya apa boleh dibawa saja ke kabin karena isinya hanya makanan ringan (cokelat & keju), kardusnya juga kecil seukuran kotak pizza ukuran sedang. Mbak-mbaknya pun memperbolehkan. Saya meminta untuk duduk di aisle seat, duduk di pinggir jalan/gang. Bukan yang di dekat jendela ataupun di tengah-tengah. Selepas check-in kami diminta langsung mengantri menuju bagian imigrasi karena antriannya panjang. Sepanjang apa sih?
Saya memasuki daerah antrian dan mulai mengantri dan... apa-apaan ini??? antriannya sangat mengular bahkan kita dibuat mondar-mandir sampai 10 kali seperti berjalan mengikuti lorong labirin yang berkelok-kelok. Ya, wisatawan yang sama-sama menikmati bunga sakura di "kloter satu" dari seluruh dunia juga ikut mengantri bersama kami untuk pulang ke negeri asalnya. Akhirnya tibalah kami di bagian pemeriksaan barang. Saya masih memiliki sebotol teh hijau yang tidak boleh dibawa masuk (cairan lebih dari 100ml tidak diperbolehkan), saya minum sampai sekuat saya kemudian saya buang ke tempat sampah. Handphone, dompet, jam tangan saya masukkan ke jaket. Kemudian, jaket, tas ransel, kardus oleh-oleh saya letakkan di tray untuk diperiksa di mesin X-ray. Setelah melewati pemeriksaan saya turun menggunakan escalator untuk ke bagian imigrasi. Antrian di imigrasi tidak panjang seperti mengantri memasuki pemeriksaan barang. Saya menyerahkan passport dan tiket saya, kemudian dicap oleh petugasnya. Selesai sudah birokrasi antri-mengantri untuk memasuki ruang tunggu. hehe.
Jam sudah menunjukkan pukul 10.30 JST. Sebelum memasuki ruang tunggu, lepas dari bagian imigrasi kita langsung dihadapkan pada toko-toko perbelanjaan. Jadi bagi yang ingin berbelanja di bandara, lewati dulu bagian imigrasi, belanjanya di sana saja. Ada yang menjual makanan, snack, oleh-oleh, buku, majalah, dsb. Saya ke toilet sebentar karena sejak urusan antri-mengantri tadi saya belum ke toilet. Setelah itu saya melihat-lihat sebentar dan membeli buku seharga 1480 yen. Saya tidak bisa berlama-lama melihat-lihat karena jam sudah menunjukkan pukul 11.00 JST, sedangkan pada tiket tertulis boarding pukul 11.20 JST.
Untuk menuju ruang tunggu, kita diharuskan menaiki kereta jarak pendek untuk menuju ruang tunggu masing-masing. Ruang tunggu saya di gate 26. Jadi pastikan kita sudah mengantri untuk ke gate 26 (atau gate yang dituju) sejak mengantri ke pemeriksaan barang. Saya beruntung ketika saya sampai, kereta baru datang, saya langsung naik dan sebentar saja sudah terisi. Kereta pun berangkat. Jaraknya tidak jauh, paling cuma 2-3 menit sudah sampai. Saya menunggu di ruang tunggu sampai dipanggil untuk boarding. Kami boarding pukul 11.30 JST. Saya duduk di kursi 23C, termasuk bagian depan pesawat setelah kelas bisnis. Orang di samping saya orang Jepang. Perjalanan ditempuh 7 jam lebih, sejauh 5630 km kalau saya tidak salah ingat. Kami tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 17.45 WIB.
Selama perjalanan kami diberikan beberapa tahap makanan. Sekitar jam 1 siang atau 30 menit pertama kita disuguhi kacang-kacangan dan minum, saya memilih minum jus apel. Saya langsung menyantap habis karena memang saya belum makan siang sama sekali, sejak sarapan saya yang terbatas pada pagi harinya. hehe. Saya menyantap kacang tersebut sambil menikmati film Fantastic Beast yang memang belum sempat saya tonton. Dibandingkan film Harry Potter, saya merasa level ceritanya agak jauh dibawah. Penggunaan sihirnya tidak sekeren dan sebanyak Harry Potter, lebih berfokus pada hewan-hewan ghaib tersebut. Alhasil setelah 3/4 film saya tidak tahan untuk tertidur.
Kemudian saya dibangunkan untuk makan siang, ada pilihan makanan Indonesia atau makanan Jepang. Karena pada saat berangkat saya pilih makanan Jepang, kali ini saya berniat mencicipi yang western. Namun karena opsinya Indonesia atau Jepang, akhirnya saya pilih Jepang lagi. Orang Indonesia kok milih makanan Indonesia, "sudah tiap hari" dalam pikiran saya, toh makanan Jepang lebih clean dengan lauk ikan salmon yang kaya protein, tamago (telur dadar), dan sayuran-sayuran. Saya langsung menyantap makanan tersebut karena kacang yang diberikan tadi belum cukup untuk porsi makan siang (walaupun saya akui kacang-kacangnya enak, kalau tidak enak ya tidak mungkin saya habisi langsung). hehe. Minuman yang saya pilih adalah jus apel (lagi). Jangan salah paham dengan saya, bukan berarti saya penggemar fanatik jus apel. Saya terkadang bisa dibilang mood-mood-an, kalau sedang pengen jus apel ya jus apel. Bukan berarti itu minuman favorite saya. hehe. Sama seperti ketika di Jepang, saya selalu memilih ocha (teh hijau) untuk menemani menu makan saya. Bukan berarti saya penggemar fanatik teh hijau. hehe. Oh ya, uniknya orang Jepang di sebelah saya memilih makanan Indonesia. Ya, kita sepemikiran berarti. hehe. Bedanya minuman yang dia pesan adalah bir merk Asahi. Saya jus apel. hehe.
Saya menikmati santapan siang sambil menikmati film Kimi no Nawa. Film animasi Jepang yang sempat booming di mana-mana, sehingga saya tentu penasaran ingin menontonnya. Review saya, film tersebut recommended untuk anak muda atau orang dewasa yang berjiwa anak muda. hehe. Karena filmnya memang dibuat untuk genre anak muda, dibilang mendekati genre percintaan anak muda ya tidak sampai situ, karena inti utama filmnya memang bukan di percintaan. Percintaan hanya sedikit bumbu/penyedap dari inti cerita film tersebut. Film ini sangat unik menurut saya. Bagaimana pembuat film bisa membuat film dari ide/konsep komet unik yang melewati bumi setiap sekitar 1200 tahun sekali. Komet tersebut menghancurkan daerah Ittomori, sehingga daerah tersebut hancur tak bersisa menjadi danau. Hal yang unik adalah, pada saat awal film kita disajikan bagaimana komet tersebut mempunyai efek magis menukar jiwa seorang cewek muda bernama Mitsuki dengan cowok muda bernama Taki. Mitsuha adalah seorang siswi SMA di desa Ittomori, kehidupannya sangat tradisional. Sedangkan Taki adalah siswa SMA di kota besar (Tokyo). Yak, cerita lengkapnya nonton saja sendiri ya hehe.
Menjelang waktu sore kami diberikan sajian terakhir, es krim merk Meiji serta minuman (lagi). Karena saat kacang sudah minum, makan siang juga minum, saya merasa kalau saya minum jus apel lagi rasanya sudah tidak nikmat lagi sehingga saya tidak memesan minuman. Sedangkan orang Jepang di sebelah saya memesan soda (cola) setelah sebelumnya memesan bir asahi dua kali (bosen juga kan minum minuman yang sama dua kali? hehe). Awalnya saya pikir akan diberikan orange juice lagi karena bentuk kemasannya sama, ternyata es krim dan rasanya juga enak. Saya bukan pecinta es krim jadi tidak semua es krim akan saya nilai enak. Saya langsung tanpa basa basi melahap es krim tersebut sambil menikmati film ketiga, Rudy Habibie. Film ini menceritakan kisah presiden ketiga Indonesia semasa kuliah di Jerman. Bagaimana beliau berniat menginisiasi pembentukan PPI di sana, serta memelopori project industri aerospace di Indonesia yang mendapat begitu banyak pertentangan/halangan. Dari film tersebut saya merasakan elit-elit penguasa sangat alergi terhadap orang yang akan menyaingi mereka (sampai saat ini). Susah liat orang senang, senang liat orang susah. Yang penting dirinya hidup enak. Sifat ini perlu kita jauhi sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai ciptaan yang terbaik. Maka nilai-nilai kehidupan / kemanusiaan pun harusnya kita junjung tinggi.
Memasuki daerah Jakarta awannya mendung, cuaca hujan. Kami mendarat di bandara Soekarno-Hatta pukul 17.43 WIB. 30 menit sebelum mendarat saya mengisi lembar embarkasi dari bea cukai, dan mengganti kartu provider handphone saya kembali ke kartu provider Indonesia. Saya turun dan langsung menuju ke bagian imigrasi. Antrian cukup panjang dan tidak ada yang mengatur. Saya langsung diingatkan kembali bahwa inilah bedanya Jepang dengan Indonesia. Di sana serba teratur, bayangkan, jumlah penumpang segitu banyaknya diatur untuk antri sampai harus melewati 10 kali lika-liku garis "labirin" yang saya ceritakan sebelumnya. Sedangkan di Indonesia yang jumlah antriannya pada saat saya mengantri di bagian imigrasi jauh lebih sedikit dari itu tapi antriannya berantakan dan tidak ada petugas yang mengatur. Alhasil ada orang-orang yang tidak ke imigrasi tapi tidak bisa lewat karena terhalang oleh orang-orang yang mengantri ke bagian imigrasi di belakang saya. Bahkan ada ibu-ibu yang nyelak antrian saya haha. Saya mau menegur juga percuma karena pasti saya yang akan terlihat aneh "halah cuma gitu aja". Ya, begitulah. Kalau mereka merasa salah, tentu tidak akan menyelak kan? Karena mereka merasa benar, ditegur pun tidak akan berdampak signifikan.
Selepas dari bagian imigrasi saya langsung menuju ke pengambilan bagasi untuk kemudian melanjutkan ke pemeriksaan bea cukai. Saya termasuk yang datang pertama karena tempat duduk saya termasuk yang paling depan di pesawat. Turun juga termasuk yang duluan. Saya menunggu di line conveyor belt nomor 7 untuk GA 889 dari Kansai. 10 menit saya menunggu akhirnya belt conveyor mulai berjalan tanda bahwa bagasi penumpang sudah mulai disalurkan. Saya menunggu satu persatu koper dan barang yang lewat. Sampai 18.30 WIB koper saya belum juga terlihat. Saya mulai berpikir "kok lama ya?" logikanya pesawat mendarat 17.45 WIB masa' 18.30 (45 menit setelah landing) penumpang belum selesai juga urusannya dari bandara. Kemudian sampai 18.45 WIB koper saya belum juga terlihat dan belt conveyor pun sudah dihentikan. Porter-porter di sekitar saya yang juga menunggu barang "tuan"-nya lewat langsung menanyakan ke petugas yang menyalurkan "mana lagi ini? masih banyak nih yang belom dapet". Apa jawaban dari orang yang menyalurkan? "sudah habis nih pak. Ini sekarang lagi nunggu yang dari maskapai Air Asia". Walah... gimana ceritanya barang-barang kami "gak ada". Porter-porter pun ikut protes dan kesal "kalo hilang/kelewatan mah cuma 1-2, ini masih banyak begini yang belum dapat. Yang bener aja pak". Penumpang pun sudah mulai kesal termasuk saya. Saya kesal bukan karena masalah telat/lama, it's ok kalau memang ada kendala atau apapun terserah lah. Yang saya kesalkan adalah tidak adanya petugas yang bertanggung jawab di situ. Tidak ada supervisor yang datang kepada kami memberikan penjelasan, minta maaf, atau mencoba mencarikan solusinya. Lagi-lagi saya diingatkan kembali "inilah Indonesia". Negara lain kaya bukan karena mereka "maju darisononya", bukan sama sekali, kitanya yang terlalu tertinggal. Bayangkan, 1 jam sejak saya tiba di Indonesia saja saya sudah diperlihatkan ketidakprofesionalan 2 kali. Dari masalah antrian, sampai tidak ada petugas yang bertanggung jawab ketika ada masalah di pengambilan bagasi. Hal sepele seperti mendampingi para konsumen saja tidak dilakukan. Hal dasar saja tidak dilakukan. Betapa masuk akalnya kenapa negara ini begitu tertinggal.
Akhirnya dari kabar burung yang saya dengar katanya "masih ada pak, iya, sedang diantarkan lagi ke conveyor belt".
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam lewat. Saya sudah tidak konsentrasi lagi melihat persisnya saat itu jam 7 lewat berapa menit karena otak saya dipenuhi keheranan "ke mana petugas yang bertanggung jawab? Apa begini cara mereka bekerja/menjalankan tugasnya? Apa susahnya datang berbicara pada kami minimal meminta maaf. Paling tidak jalankan etika itu saja dulu". Akhirnya sekitar 19.15 WIB bagasi dari GA 889 kembali terlihat, barang-barang dari rombongan kami juga mulai terlihat lagi. Tidak lama kemudian saya melihat koper saya dan langsung saya ambil untuk menuju ke bagian bea cukai. Di bagian bea cukai ransel, paket kardus oleh-oleh, dan koper saya tidak dicek. Yang ditanya malah "apa itu yang ada di jaket kamu?" belum saya jawab, petugas sudah meraba kantong-kantong jaket saya "Oh handphone. Oh dompet. Yak silahkan jalan". Ya, saya selalu memasukkan jam, handphone, dompet ke jaket saya agar lebih praktis ketika dimasukkan ke tray untuk diperiksa di X-ray. Sehingga pada saat itu benda-benda tersebut ada di kantong jaket saya sehingga kantong-kantong jaket saya terlihat tebal dan mencurigakan (?).
Akhirnya saya berhasil keluar dari bandara, bertemu dengan orang tua yang menjemput saya. 20.22 WIB saya sudah keluar tol dan sekitar 20.45 WIB saya sudah tiba di rumah. Setibanya di rumah saya langsung mengeluarkan isi tas, koper, oleh-oleh, kemudian saya mandi untuk membersihkan badan sekaligus menyegarkan tubuh saya dari segala kekacauan di bandara. hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar